Penyakit Kucing : Demam Cakaran Kucing (Cat-scratch Disease - CSD) - Buka Mata. Cat-scratch Disease adalah penyakit sub-akut, yg disebabkan
oleh bakteri & biasanya sembuh dgn sendirinya. Penyakit ini ditandai dgn malaise,
limfadenitis granulomatosa disertai dgn berbagai variasi demam. Sering kali
didahului dgn riwayat cakaran, jilatan atau gigitan kucing yg kemudian
menimbulkan luka papuler. Kelenjar limfe setempat biasanya membengkak 2 minggu
setelah gigitan/cakaran & bisa berlanjut menjadi luka yg mengeluarkan pus.
Terbentuknya papula pd daerah tempat masuknya bakteri
ditemukan pd sekitar 50 – 90 % kasus. Sindroma Parinaud oculoglandular & komplikasi
neurologis, seperti ensefalopati & neuritis pd mata dapat terjadi sesudah
inokulasi pd mata. Demam yg berlangsung dlm waktu lama bisa diikuti dgn lesi
osteolitik & atau terbentuknya granulomata pd hati & limpa.
Bakteriemia, peliosis hepatis & angiomatosis basilair merupakan manifestasi
infeksi oleh kelompok oganisme ini pd orang yg immunocompromised, terutama pd infeksi
HIV.
CSD dapat dikelirukan dgn penyakit lain yg menyebabkan
limfadenopati setempat seperti tularemia, brusellosis, tuberkulosa, pes & pasteurellosis.
Diagnosa didasarkan pd gambaran klinis yg konsisten ditambah dgn hasil
pemeriksaan serologis terbentuknya antibodi terhadap Bartonella. Titer sebesar
1:64 atau lebih dgn pemeriksaan IFA, dianggap positif terkena CSD.
Pemeriksaan histopatologi dari kelenjar limfe yg terkena
bisa memberikan gambaran khas yg konsisten, tetapi bukan diagnostik. Pus yg diambil
dari kelenjar limfe biasanya tidak mengandung bakteri dgn pemeriksaan
konvensional, namun sesudah ditanam agak lama pd darah kelinci dgn 5% CO2 pd suhu
36oC (96.8oF), Bartonella dapat tumbuh dari spesimen yg diambil dari kelenjar
limfe.
1. Penyebab penyakit
- Bartonella (sebelumnya disebut Rochalimaea) henselae secara epidemiologis, bakteriologis & serologis telah diketahui sebagai etiologi dari CSD, begitu pula sebagai penyebab bacillary angiomatosis, peliosis hepatis & bakteriemia. Keluarga lain dari Bartonellae, seperti B. Quintana, juga menyebabkan kesakitan pd hospes “immunocompromised”, tetapi tidak menyebabkan CSD. Afipia pelis, yg sebelumnya diduga sebagai organisme penyebab, ternyata organisme ini hanya memainkan peranan sangat kecil, sebagai penyebab CSD.
2. Distribusi penyakit
- Tersebar diseluruh dunia, tetapi jarang terjadi. Surveilans prospektif yg dilakukan di satu negara bagian (AS) menemukan insiden setahun sebesar 4.0 kasus/100.000 penduduk. Semua jenis kelamin mempunyai risiko yg sama utk terkena, & CSD lebih sering terjadi pd anak-anak & dewasa muda. Pengelompokan penderita dlm suatu keluarga jarang terjadi. Kebanyakan kasus muncul pd bulan-bulan diakhir musim panas, musim gugur & musim dingin.
3. Reservoir
- Kucing rumah adalah vektor & reservoir utk B. henselae; Kucing yg terinfeksi tidak menunjukkan gejala klinis walaupun menderita bakteriemia kronis.
4. Cara penularan
- Kebanyakan pasien (lebih dari 90%) ada riwayat dicakar, tergigit, dijilat kucing atau terpajan dgn kucing yg sehat, biasanya kucing muda (kadang anak kucing). Riwayat cakaran atau gigitan anjing, gigitan monyet, kontak dgn kelinci, ayam atau kuda diketahui terjadi sebelum munculnya gejala, namun hampir semua kasus CSD mempunyai riwayat pernah kontak dgn kucing. Kutu kucing menularkan B. henselae kepd sesama kucing, & baru pd akhir tahun 1999 kucing diketahui mempunyai peranan penting pd penularan langsung dari B. henselae kepd manusia.
5. Masa inkubasi
- Bervariasi, biasanya 3 - 14 hari dari saat masuknya bakteri ke dlm tubuh hingga munculnya lesi primer & sekitar 5 – 50 hari dari saat masuknya bakteri hingga munculnya limfadenopati.
6. Masa penularan : Tidak langsung ditularkan dari orang ke
orang.
7. Kekebalan & kerentanan : Tidak diketahui.
8. Cara-cara pemberantasan
A. Cara-cara pencegahan :
- Bersihkan luka akibat dicakar atau digigit kucing dgn baik. Hal ini akan sangat menolong. Upaya membasmi kutu kucing sangat penting.
B. Pengawasan penderita, kontak & lingkungan sekitar :
* Laporan kepd petugas
kesehatan.
* Isolasi : tidak
dilakukan.
* Disinfeksi
serentak : terhadap discharge luka yg bernanah.
* Karantina,
imunisasi kontak & investigasi kontak & sumber penyakit : tidak
dilakukan.
* Pengobatan
spesifik :
Efektivitas dari
terapi antibiotik sangat tidak jelas terhadap CSD. Antibiotik yg umum dipakai
seperti rifampisin, eritromisin & doksisiklin, efektif utk infeksi yg menyebar
pd penderita AIDS. Pengobatan terhadap penderita CSD tanpa kompliksi dgn sistem
kekebalan yg baik tidak dilakukan. Namun, semua penderita immunocompromised
sebaiknya diobati selama 1 – 3 bulan. Aspirasi dari limfadenitis bernanah
mungkin diperlukan utk mengurangi rasa sakit, tetapi biopsi insisi dari
kelenjar limfe sebaiknya dihindari.
C. Tindakan penanggulangan wabah : Tidak dilakukan.
D. Implikasi bencana : tidak ada.
E. Tindakan internasional : tidak ada.
Meningkatnya ancaman pandemi penyakit yg belum pernah
diidentifikasi sebelumnya seperti virus flu burung membuat para ahli semakin
waspada. Baru-baru ini ilmuwan di Amerika Serikat menemukan strain bakteri baru
yg berpotensi menimbulkan komplikasi penyakit bahkan mematikan.
Bakteri yg diberi nama Bartonella rochalimae tersebut
ditemukan pd seorang wanita AS berusia 43 tahun yg baru saja melakukan
perjalanan ke Peru selama 3 minggu. Wanita yg tidak disebutkan namanya itu
menderita demam yg mirip dgn gejala malaria atau demam typhoid.
Jenis bakteri bartonella ini mempunyai hubungan dekat dgn mikroba
yg pernah menyebabkan ribuan tentara menderita sakit saat Perang Dunia Pertama yg
lebih dikenal sebagai demam parit. Penularan penyakit tersebut terjadi lewat
carian tubuh. Bakteri ini juga diduga masih berkerabat dgn bakteri yg diidentifikasi
10 tahun lalu ketika terjadi epidemi AIDS di San Fransisko, AS, yg menyebabkan
penyakit cakaran kucing & menginfeksi 25.000 orang per tahun di AS.
Wanita yg terinfeksi bakteri tersebut mempunyai gejala ruam,
muncul bintik-bintik kecil di seluruh tubuh, sulit tidur & mengalami demam
tinggi selama beberapa minggu. Bakteri ini bersarang di sekitar pegunungan
Andes, Peru, & menyebar melalui lalat. Para ahli menduga penyakit yg ditemukan
pd wanita itu merupakan pertama kali yg disebabkan bakteri bartonella.
Dr.Jane Koehler adalah orang pertama yg menemukan pasien yg terinfeksi
Bartonella di tahun 1987 di klinik AIDS di rumah sakit San Fransisco.
"Bakteri tersebut menggerogoti tulang pasien AIDS selama beberapa
bulan," kata Koehler. Berdasarkan penelitian Koehler, bakteri ini dapat
menyebabkan luka yg nyeri & tumor pd pembuluh darah di kulit.
"Jika pasien mengalami demam tinggi & berkepanjangan,
dokter harus melakukan diagnosa yg tepat & melakukan perawatan segera,
terutama pd pasien yg mempunyai sistem imun rendah, mereka bisa mati karena
infeksi bakteri ini," ujar Koehler. (fn/sc/ld)
(Sumber: www.suaramedia.com)
Special Thanks to :
1. Allah SWT
2. Pengunjung
3. Pengiklan
4. GOOGLE.CO.ID
5. BLOGGER.COM
The item being reviewed
4
5
24
ARTIKEL TERKAIT:
0 comments:
Posting Komentar